Bermula dari perencanaan melakukan penelusuran atas argumen orang-orang bahwa citra Google Earth diambil dari Satelit di luar angkasa galaxy bima sakti nan luas dan membagongkan. Argumen orang-orang itu sendiri didasari oleh tanpa dasar sama sekali, kecuali hanya penyertaan eforia lantaran baru membeli handphone canggih seharga 2 jutaan. Paling canggih di dunia sebab sudah ada fitur aplikasi Google Map > Google Earth di dalamnya.
Lalu with great confidence, ia langsung mengatakan hp barunya itu sudah terhubung ke satelit. Ini buktinya, katanya sambil menunjukkan aplikasi Google Earth di hpnya. Akupun geleng-geleng tanda takjub sekaligus prihatin. Takjub karena ketertarikannya terhadap perkembangan teknologi sangat tinggi, prihatin karena ketertarikannya itu tak disertai dengan rasa ingin tahu dan mencari pengetahuan lebih.
Aku sudah bilang soal adanya Drone Google yang ditugaskan mengambil gambar penampakan daratan bumi dari atas langit. Soal Mobil Google Street View yang ditugaskan mengambil gambar jalan-jalan kota dengan kamera yang tak kalah canggih dengan kamera hp barunya tadi. Juga soal kenapa manusia bikin satelit dan diterbangkan ke luar angkasa rimba raya, padahal bahkan sampai sekarang tak bisa memberikan sinyal telekomunikasi pada kegiatan diksar anak-anak mapala di Air Terjun Sampuran Si Harimau, sebelahnya Ponot, Kabupaten Asahan.
Tapi nampaknya dia tak suka sama apa yang kubilang, dan tetap meyakini bahwa satelit itu memang ada. Bahkan dia mewarningku agar jangan berbuat yang tidak-tidak di tengah hutan karena di atas ada satelit. Bahaya katanya. Kali ini aku ngangguk-ngangguk tanda prihatin lagi. Prihatin karena dia menempatkan satelit tepat di samping Tuhan.
Lalu...
Pada zaman 2018 kala, aku dan teman seideologi kebetulan saja menemukan mobil aneh yang di atasnya dipasangi benda bulat berdiameter sekira 50cm. Mobil Google Street View sedang melintas di radius 20 meter arah jam 10 kami. Aku pernah melihat mobil model begini sebelumnya sehingga tak terlalu asing di mata kepalaku yang punya bulu mata nan memikat ini.
Teman seideologiku ini juga melihat mobil itu rupanya, hanya saja aku tak bisa menjamin apakah bulu matanya juga sememikat buluku atau tidak. Tapi bicara soal perkembangan teknologi, dia percaya bahwa saat ini lebih bermanfaat tiang sutet daripada satelit. Aku juga meyakini itu. Jadilah kusebut kami seideologi soal teknologi dan soal satelit.
Kemudian kami menggelar rapat khusus mengambil kebijakan yang pada akhirnya kami memutuskan melakukan konspirasi. Memotret Mobil aneh itu untuk dipamerkan kepada Mahasiswa seisi UNA. Ya, walaupun tak ada yang peduli. Sebab memang tidak ada yang peduli selain urusan rajin masuk kelas selama 4 tahun, sedikit mengeluh, sedikit main curang, cepat tamat, dan jadi sarjana.
Jepret....
Foto sudah diambil. Dan sengaja kusimpan entah di mana. Aku meyakini momen itu bukan hanya akan menjadi milik kami, tapi juga menjadi milik Google dengan memublikasikannya ke citra Google Street View kelak.
Jadilah screenshoot ini. Dan aku ingin sekali menunjukkannya ke pemilik hp canggih yang di paragraf awal tadi sudah kukenalkan.
Tapi sayangnya orang itu hanya rekaan semata. Bukan berarti orang yang kepalanya keras seperti permukaan satelit itu, dan yang suka bereforia secara babi buta seperti itu tidak ada. Orang-orang semacam itu sudah ada sejak dahulu bumi ini berbentuk datar, lalu menjadi bulat seperti sekarang ini. Dan terus berubah bentuk sesuai yang dikatakan buku-buku di sekolah. Termasuk nanti oleh buku-buku yang dikeluarkan di era Peta Jalan Pendidikan "Tanpa Agama".
Posting Komentar